Pembersihan Massal
Sastra Indonesia di Banyumas
Tulisan ini adalah tanggapan atas sebuah pernyataan dan pertanyaan pendek saya di facebook, 16 juni 2010 jam 20:36. Isinya sebagai berikut:
Dua tahun lalu saya menemukan catatan dokumentasi kegiatan sastra di Banyumas di tumpukan majalah toko buku loak, judulnya "Kancah Budaya Merdeka" (HORISON/O7/XXIX/66). Membaca catatan itu seperti mengantarkan saya pada geliat kegiatan sastra di Banyumas 16 tahun silam. Jalan benarkah jika dokumentasi itu saya temukan begitu kebetulan di toko buku loak?
Berikut ini, tanggapan-tanggapan dari beberapa teman:
Chandra Iswinarno
wah apa cerita dibaliknya?
Dede Dwi Kurniasih
itu jodohmu kang,bukan sekedar kebetulan kurasa
Abdul Aziz Rasjid
aku kutipkan satu paragraf penuh ya Chan:
Kancah Budaya Merdeka, kelompok penyair di Banyumas, 24 April 1994, menyelenggarakan sarasehan sastra bekerja sama dengan sanggar Nafiri, Cilacap, dalam rangka memperingati hari Chairil Anwar. Herman Affandi, tampil sebagai pembicara dengan makalah berjudul "Chairil Anwar dan Inovasi Puisi Indonesia", ... Lihat Selengkapnyadidampingi Edhi Romadhon serta Sutarno Djayadiatma. Di samping itu dilangsungkan pula acara pembacaan puisi oleh anggota kancah, antara lain Badruddin Emce, Haryono Sukiran, Ansar Balasikh, Nanang Anna Noor, Wanto Tirto, Lukman Suyatno, dan lain-lain.
(Majalah Sastra Horison, nomor 07 tahun XXIX edisi: Juli 1994. Kolom Jendela. hal:66)
Abdul Aziz Rasjid
- Dede: kalau tak kebetulan sepertinya lebih menyenangkan De. Misalkan jika dokumentasi semacam itu dengan mudah dapat kita dapatkan di Dewan Kesenian Banyumas....he..he..he...jadi dokumentasi itu tidak bertumpuk baur dengan resep-resep makanan, majalah tentang rajah tangan atau majalah tentang otomotif
Dede Dwi Kurniasih
iya ya...jadi malu. minat baca kita memang amburadul. makanya dokumentasi sepenting itu masih saja bertengger diloakan
Wisnu Shanca Bhumi
mantap,.... kejayaan yang berserak karat
Wiwit Mardianto
sastra di banyumas memang sudah usang kang, sudah mengering. jiwa-jiwa membaca anak muda berubah menjadi abu di cafe dan karaoke.
makanya layak ditempatkan di toko loak.
Abdul Aziz Rasjid
- Wisnu: "kejayaan" yang berserak dan tak terdokementsikan dengan baik itu, di sisi lain telah mengakibatkan pembersihan massal terhadap karya sastra Indonesia di Banyumas menjadi "tak" terbaca.
Abdul Aziz Rasjid
-Wiwit: mungkin kau perlu mencatat di pusimu pertemuan anak-anak muda dengan cafe dan karaoke.
Sari Handayani
Aku bersedia ziz menjadi fragmen dlm esai mu tentang cafe dan karaoke.
Tetapi tidak untuk menjadi abu&asap rokok dalan cafe ataupun karaoke.
Jadi kapan kta karaokean brg untuk mendalami esai mu selanjutnya??Hahahahahaha.....
Abdul Aziz Rasjid
aku ngikut kamu saja Sar jadwal karaokenya
Chandra Iswinarno
Skarang bgm caranya mengembangkannya agar lebih progress serta menandai zaman karaoke dan cafe dlm literer sastra bms, ziz?
Abdul Aziz Rasjid
Perlu diteliti lebih detail adakah dalam karya sastra dari banyumas yang menjadikan karaoke dan cafe sebagai kode pribadi dalam karyanya, dengan catatan kode pribadi ini belum pernah digunakan oleh penyair lainnya. Istilahnya terjadi idiolek. Untuk mengetahui hal ini karya sastra dari banyumas ya harus dibaca lebih teliti lagi. Dan lagi-lagi dokumentasi menjadi penting dalam usaha pembacaan ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar