Pada Suatu Pagi
dengan kesunyian embun
kau diam di depanku dengan berkaca-kaca
kutelusuri lorong matamu
dan bayangan masa lalumu yang gelap
kunyalakan cahaya
untuk sisa waktu yang panjang
kutemukan cinta yang patah
di antara semak dan belukar
kususun rencana musim
tapi, tiba-tiba kau ingin jadi matahari
yang lebih terang dariku
dan memanggang tubuhku
2008
Pelabuhan
pada ujung pelayaran musim ini
biarkan waktu bersandar padamu
terlalu banyak luka dan duka
yang kutelan pada setiap gejolak ombak
mengarungi mimpi di tengah laut
diterjang hujan badai
dan menerobos pekatnya kabut kehidupan
belum lagi ikan-ikan yang menyesatkan
aku bukan sesuatu yang hanya bercanda
di lelah perjalanan, biarkan kuberlabuh
dengan jutaan kisah dan riwayat
kini saatnya aku berhenti
dengan jangkar doa yang kuat
dan tali kata-kata yang erat
agar aku tetap berada di pelabuhan ini
2008
Menunggu di Depan Pintu
sudah semusim aku di sini
bertahan pada gelisah yang panjang
duduk menuggu di depan pintu
sambil minum air mata yang hambar
menelan hari-hari dengan bimbang
pun berabad-abad pintu itu terkunci
mematahkan semua kata-kata,
surat-surat, dan doa agar belajar sabar
menerima sesuatu
tidakkah kauberpikir
lelah ini benar-benar akan kubawa pergi
seperti surat-surat yang melepas kata-katanya
di dalam doa
“masa lalu begitu kelam
dan aku harus berhati-hati pada masa depan”
katamu ketika aku mengetuk untuk terakhir
seperti seorang perampok
yang akan merenggut jiwa dan ragamu
2008
Sesuatu yang Berharga
kita bertemu di masa yang sederhana
dengan wajah muda
saling melemparkan senyum
ke luas halaman
seperti kehangatan sinar matahari
kata-katamu menggetarkan sunyi
meluruhkan daun waktu
tanpa sisa
dengan doa dan kecupan singkat
kita pun berangkat
mengarungi samudra
dengan bahtera rumah tangga
untuk sesuatu yang benar-benar berharga
sepanjang usia
2008
Di Balik Palung dan Celah Karang
kita yang dipertemukan oleh hujan
sampailah pada sebuah samudra
di mana tubuh kita begitu luas
tak pernah lagi ada rahasia
tapi, ketika takdir dan waktu bicara
tentang hari yang kita lewati
masih saja kausimpan masa lalu
di balik palung dan celah karang
ingatan-ingatan yang berbuih
terasa begitu perih
membasuh bekas luka
yang tergores di dada
kenapa setiap kenangan
pada tertentu membayang?
bukankah ia waktu yang jauh
ataukah
bagimu hari ini sama dengan hari kemarin?
dan kau hanya diam mendekap sunyi
di antara tubuhku yang riuh
demam menahan gigil
2008
Pada Setiap Kenangan
pada setiap kenangan
ingin kubakar sesal
yang kadang-kadang menikam
begitu saja ia bangkit
dari kepala
menusukkan bayangan
ke dalam dadaku
aku terkapar di kamar
menjerit di dalam sepi
di saat seperti ini
aku selalu saja gagal
menyalakan api
2008
Arief Hidaya, Penyair, Aktif di Beranda Budaya - Banyumas
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar